Instrumen kebijakan moneter Federal Reserve, terutama perubahan suku bunga serta quantitative easing atau tightening, memberikan dampak besar terhadap volatilitas pasar cryptocurrency. Ketika The Fed menurunkan suku bunga, biasanya likuiditas di sistem keuangan meningkat dan mendorong selera risiko investor. Likuiditas tambahan ini dapat mengalir ke cryptocurrency, mengakibatkan fluktuasi harga dan meningkatnya volatilitas. Contohnya, pada masa pandemi 2020, pemangkasan suku bunga secara agresif dan quantitative easing oleh The Fed bertepatan dengan lonjakan harga Bitcoin yang signifikan.
Di sisi lain, ketika The Fed mengetatkan kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga atau mengurangi neraca, likuiditas dan selera risiko cenderung menurun, sehingga menekan harga cryptocurrency. Hubungan ini terlihat jelas dalam data historis pergerakan harga Bitcoin terhadap perubahan kebijakan The Fed:
Tindakan The Fed | Pergerakan Harga Bitcoin |
---|---|
Pemotongan Suku Bunga | +15% (rata-rata 30 hari setelahnya) |
Kenaikan Suku Bunga | -8% (rata-rata 30 hari setelahnya) |
Namun, perlu diingat bahwa dampak kebijakan The Fed terhadap pasar kripto tidak selalu linier. Faktor lain seperti perkembangan regulasi, kemajuan teknologi, dan sentimen pasar turut memengaruhi volatilitas cryptocurrency. Meski demikian, kebijakan moneter The Fed tetap menjadi faktor utama yang wajib dipantau investor kripto dalam menilai potensi pergerakan pasar.
Korelasi antara data inflasi dan pergerakan harga cryptocurrency semakin nyata dalam beberapa tahun terakhir. Ketika bank sentral menyesuaikan kebijakan moneter sebagai respons terhadap inflasi, keputusan tersebut sangat memengaruhi pasar kripto. Misalnya, pada Maret 2025, data Consumer Price Index (CPI) menunjukkan inflasi tahunan sebesar 2,8%, dan harga Bitcoin naik sekitar 2% ke US$82.000. Kenaikan ini terjadi karena investor mengantisipasi kemungkinan The Fed akan memangkas suku bunga.
Untuk menggambarkan hubungan antara inflasi dan harga kripto, berikut data yang relevan:
Tingkat Inflasi | Perubahan Harga Bitcoin |
---|---|
2,8% | +2% |
Lebih rendah dari ekspektasi | Potensi reli |
Lebih tinggi dari ekspektasi | Potensi aksi jual |
Data di atas menunjukkan bahwa inflasi di bawah ekspektasi cenderung mendorong kenaikan aset sensitif inflasi seperti cryptocurrency. Tren ini sangat terlihat pada Zora (ZORA), yang diproyeksikan mengalami kenaikan harga di 2025. Walau korelasi spesifik antara harga Zora dan data inflasi belum teridentifikasi, tren inflasi saat ini mengindikasikan potensi kenaikan harga kripto secara luas. Hubungan ini menegaskan pentingnya pemantauan indikator makroekonomi bagi investor dan trader cryptocurrency yang ingin mengambil keputusan tepat di tengah volatilitas pasar kripto.
Keterkaitan antara pasar keuangan tradisional dan cryptocurrency semakin kuat, dengan efek limpahan yang menonjol sejak 2020 hingga 2025. Studi menunjukkan bahwa volatilitas di pasar konvensional sering diteruskan ke fluktuasi harga kripto. Pada saat terjadi guncangan besar di pasar, korelasi antara saham, obligasi, komoditas, dan cryptocurrency meningkat tajam. Model seperti VAR dan GARCH membuktikan adanya transmisi volatilitas antar kelas aset tersebut. Menariknya, cryptocurrency memperlihatkan hubungan erat dengan pasar tradisional sekaligus mempertahankan karakteristik uniknya. Selama pandemi COVID-19, misalnya, cryptocurrency tetap tangguh dan tidak terlalu terpengaruh pergerakan mata uang tradisional. Hal ini menunjukkan bahwa efek limpahan memang ada, namun tidak selalu seragam di seluruh kondisi pasar. Hubungan antara pasar tradisional dan kripto bersifat dua arah, di mana volatilitas cryptocurrency juga dapat memengaruhi instrumen keuangan konvensional. Dinamika kompleks ini menuntut investor dan pembuat kebijakan untuk selalu memperhitungkan kedua sektor dalam analisis pasar dan perumusan strategi.